Salah satu potensi sumber daya alam yang cukup banyak dilirik sebagai sumber energi terbarukan di dunia adalah potensi panas bumi atau geothermal.
Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi yang begitu besar. Salah satu yang terbesar terdapat di bawah permukaan Gunung Salak yang kini telah menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak sejak tahun 2003.
Informasi itu disampaikan oleh Prasasti Asandhimitra, Team Manager Communication, Chevron Geothermal Salak Ltd., dalam kunjungan ke lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik Chevron Geothermal Salak, Sabtu (30/3/2013).
"Potensi panas bumi yang ada di Gunung Salak tergolong besar. Potensinya lebih dari 300 MWe," kata Sasti.
"Chevron Geothermal Salak Ltd sendiri telah beroperasi di Gunung Salak sejak tahun 1994, menggunakan mekanisme Kontrak Operasi Bersama dengan PT. Pertamina, dengan kapasitas operasi PLTP sebesar 377 MWe," tambahnya.
Lebih lanjut, Sasti menceritakan proses memperoleh dan mengolah energi panas bumi yang berlaku di PLTP Salak.
Tahapan pra-produksi yang dilakukan adalah survei di lokasi yang diperkirakan memiliki potensi panas bumi. Ini dilakukan guna mengetahui titik yang tepat untuk pengeboran dan perkiraan besaran potensi panas bumi yang ada.
Setelah ditemukan, lokasi tersebut kemudian dibor dan langsung dipasang pipa-pipa yang nantinya menjadi ‘sedotan’ tempat keluarnya uap panas dari dalam Bumi.
Jika uap panas sudah keluar, maka proses produksi mulai dilakukan dengan pemisahan uap panas dengan air panas yang terbawa keluar menggunakan separator. Air panas yang sudah dipisahkan dari uap panas, disebut water brine, diinjeksikan kembali agar nantinya bisa menjadi uap panas.
Uap panas yang diperoleh, kemudian disalurkan melalui pipa-pipa panjang menuju tahap selanjutnya, yakni pembersihan uap panas yang mungkin membawa partikel-partikel kotoran. Pembersihan dilakukan di dalam area scrubber. Pembersihan harus dilakukan untuk mencegah kerusakan pada turbin.
Uap panas yang sudah bersih kemudian dihubungkan fasilitas pembangkit listrik. Di fasilitas ini, uap panas digunakan untuk menggerakkan turbin. Pergerakan turbin ini yang nantinya menghasilkan energi listrik.
Energi listrik yang dihasilkan kemudian disambungkan ke pembangkit untuk dinaikkan dayanya dan selanjutnya didistribusikan kepada pelanggan melalui jaringan listrik yang dimiliki PLN Jamali (Jawa Madura Bali).
Sasti mengatakan bahwa tahap pembangkitan dan distribusi listrik bukan lagi kewenangan Chevron Geothermal Salak Ltd, melainkan kewenangan penuh yang dimiliki oleh PT. PLN.
Uap panas yang sudah termanfaatkan kemudian didinginkan dan selanjutnya diinjeksikan kembali ke dalam bumi. "Dari 100% uap panas yang diperoleh, 70%-nya didinginkan dan kemudian dikembalikan ke dalam bumi, dan sisanya dilepaskan ke udara," kata Sasti.
Energi yang dihasilkan dari PLTP tergolong energi bersih dan terbarukan, karena selama proses produksinya, hampir tidak melepaskan emisi karbon.
Disebut terbarukan karena air sisa produksi yang tidak termanfaatkan diinjeksikan kembali ke dalam bumi, yang nantinya akan ‘dimasak’ oleh magma menjadi uap air yang bisa dimanfaatkan. Dan, ini adalah sebuah siklus yang terus berlanjut.
PLTP Salak yang dioperasikan oleh Chevron Geothermal Salak Ltd menempati lahan kurang lebih seluas 200an Ha, dari 10.000 Ha luasan yang tercantum dalam kontrak eksporasi, yang berada di dalam kawasan TNGHS.
Sasti mengungkapkan, mengingat site project-nya kini telah menjadi bagian dari TNGHS, upaya pengelolaan kawasan hutan yang ada disekitar lokasi pembangkit dan perkantoran yang ada disana mengikuti kaidah konservasi sebagaimana instruksi dari Balai Pengelola TNGHS.
"Contohnya, kita (Chevron) diwajibkan untuk melakukan penanaman kembali usai kita melakukan pengeboran. Jenis tanaman yang boleh ditanam pun tidak sembarangan, harus spesies asli (indigenous spesies) dari ekosistem ini, misalnya rasamala, huru, puspa," ungkap Sasti.
"Pemasangan pipa juga tidak boleh sembarangan. Pipa yang dipasang harus memikirkan jalur migrasi hewan" tambahnya.
Sasti mencontohkan, bila pipa yang akan dipasang ternyata berada pada jalur migrasi macan tutul jawa (Panthera pardus melas), maka pipa yang dipasang harus didesain agar hewan tersebut tetap nyaman ketika melewati jalurnya.
Hal ini menjadi perhatian, pasalnya di kawasan TNGHS, termasuk kawasan PLTP Salak masih ada beberapa jenis hewan seperti macan tutul jawa, owa jawa (Hylobates moloch), lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan elang jawa (Nisaetus bartelsi), yang statusnya dilindungi.
Berikan pendapat Anda lewat kolom komentar ini mengenai berita di atas, sesuaikan pemikiran Anda dan Jangan pernah menyinggung sara. Terima kasih